Carpen nasehat-Darmanto si senja abadi | Perusahaan Pencipta Kata-Kata Tanpa Hak Cipta
Perusahaan Pencipta Kata-Kata Tanpa Hak Cipta: Carpen nasehat-Darmanto si senja abadi

Kumpulan Karya Sastra Primanata Dian Isa

Friday, December 14, 2012 - 0 komentar

Carpen nasehat-Darmanto si senja abadi


Darmanto si senja abadi

Nama ku Nata,24 tahun.Sudah hampir 2 minggu aku dan papa di kota seribu sungai ini.Berawal dari kota hiu dan buaya,papa mengajak ku melihat kampung halamannya di Banjarmasin.Seminggu yang lalu aku mendapat kabar jika teman lama ku yang bisnisnya di bidang advertising juga sedang di Banjarmasin,ia mengabarkan keberadaannya di kota ini untuk mencari order,dan merangkul calon client barunya untuk bisnis yang sedang di jalankannya.Mendengar kabar baik itu sang sahabat pun mengajak ku untuk bergabung dengannya,membantunya dalam proses diplomasi antara perusahaan yang ia miliki dan calon client yang sedang di cari.Pekerjaan ini gampang sekali,tugasku hanya membuat janji pertemuan antara para owner perusahaan dan marketing  sebagai eksekutor dilapangan,karena sebelumnya aku ahli dalam menjalin kerjasama,sehingga aku memanfaatkan kesempatan ini.Hmm…lumayan buat nambah uang jajan,..

Sejak seminggu yang lalu aku memulai pekerjaan ini,untuk dapat melakukan pekerjaan ini aku harus mengikuti aturan main.
Ada peran yang harus dan sangat harus di mainkan,sebagaimana seorang pemilik usaha,atau owner,atau biasa kita sebut Big Boss yang mengharuskan ku untuk mengikuti system kerja mereka.Aturan mainnya adalah tidak perlu masuk kerja jam 8 pagi,dan bergaul dengan para Manager atau tangan kanan si big boss.he,he,he…pekerjaan ini adalah pekerjaan yang ku idam-idamkan sejak aku TK dulu…xixixi…

Tepat jam 8 pagi papa selalu membangunkan ku,dan aku juga selalu bilang ke papa ;”sekarang jam berapa pa..?”
Papa menjawab; “Sudah jam 8,bangunlah,mandi dan sarapan..”.Kemudian dengan berat aku menjawab; “Ahgt..nanti pah setengah jam lagi,bos juga belum datang ke kantornya koq…”.Kemudian aku kembali terlelap,sayup sayup ku dengar nasehat papa ;”Seorang lelaki itu harus bekerja keras,untuk itu jangan malas bangun pagi”.kemudian telingaku kembali tuli,aku menikmati hangatnya guling dalam dekapanku.

Lagi-lagi papa membangunkan ku dengan suaranya yang merayu merdu;”Bangunlah,sudah jam 9 ini…kapan lagi,nanti hujan lagi,cepatlah mandi…nanti kalo sudah mandi tidur lagi g’ apa-apa…”
He,he,he…Papa memang paling pinter membunjuk,setiap kali aku mendengar papa membangunkan tidurku,seketika itu juga aku teringat seseorang yang membangunkan setiap pagi ku setahun yang lalu.Aku tak bisa membantah,aku beranjak dari kasur ku,membuka pintu kamar dan bergegas mandi n g’ lupa gosok gigi.xixixi

Seperti biasa,aku menggunakan jeans ?Guess berwarna putih,dan baju kemeja putih.Jam tangan bekas yang ku beli dari pasar pagi Jodoh Batam Merk SUTUVANG, yang setelah ku cari informasinya di Mbah Google adalah jam tangan proyek pembangunan kilang minyak di laut Vietnam dan tidak di produksi untuk umum,ku dapatkan dengan harga 100ribu.SUTUVANG adalah bahasa Vietnam yang berarti SINGA PUTIH.Gatsby Musky Spalsh Cologne sebagai pengganti parfum,maklum bau ketek ku terkenal sangat jantan..xixixi..Sejenak aku berdiri di depan kaca yang bertubuh lemari sembari ku pakai jaket kulit hitam yang ku beli di alun-alun Pekalongan 3 tahun yang lalu.Tas paha Eiger yang sangat ku cintai selalu mengiringi kemana ku pergi kini sudah di pinggangku,terakhir ku putar lagu DRAGON FORCE yang berjudul;” TRAIL OF BROKEN HEARTS”,tentunya dengan headset stereo yang menempel di kedua telingaku dan full volume di hape GSTAR yang ku miliki.Sempurna…Rasanya aku seperti berada di kaki gunung Semeru dan siap untuk menakhlukan setiap rintangan yang akan kutemui dalam mendaki puncaknya.

“Pa….pergi dulu…”
“G’ sarapan..?
“G’…”ntar gampang itu…”
Sepatu CAT coklatku sudah menunggu di teras,si CAT sangat nyaman ku pakai,serba guna,di atas motor keren,jalan kaki mentereng…wkwkwk…Hmm karena di Banjarmasin baru beberapa hari,tentunya aku tak punya kendaraan,soo…aku harus berjalan kaki kira-kira 4 Km jauhnya dari rumah yang ku tinggali menuju markas besar sang sahabat.Setiap pagi aku melintasi sungai RK Ilir Banjarmasin menuju jalan MT.Haryono,demikian juga sore harinya.Ada sesuatu yang membuatku memilih untuk berjalan kaki ketimbang minjem motor sepupu yang nganggur di depan rumah,pertama adalah ku fikir ini olah raga,dan kedua adalah ketika pulang kerja aku selalu menikmati sang senja yang tenggelam persis di Barat jembatan,sinar jingganya membuat kilau di riak sungai,sesekali melintas sampan-sampan kecil dengan dayung kayu yang di kemudikan oleh seseorang bertopi seperti pendekar cina.Semuanya nyata,indah, dan sempurna.

HARI PERTAMA
Aku pulang lebih awal,pukul 4 sore aku sudah meninggalkan markas,menyusuri jalan menuju jembatan yang biasa ku sebrangi.Musik Mp3 masih ku nikmati,dari perempatan lampu merah pangkal jembatan terlihat pemuda-pemuda yang memacu sepeda motornya dengan kecepatan tinggi,mereka kejar-kejaran satu sama lain,entah apa yang mereka dapatkan dari kebut-kebutan itu.Tak lama muda-mudi yang menikmati petang di atas jembatanpun bertepuk tangan dan bersorak sorai,ku toleh ke belakang,teryata sang pembalap jalanan sudah mencium mesra aspal hitam…Hmm..mungkin itu yang mereka cari,dan 1 diantara si jago sudah mendapantkanya “selamat”.Gumam ku dalam hati…

Aku berjalan di trotoar jembatan,tapi setiap kali aku memegang pipa-pipa besi itu ada hal yang membuat ku terpaksa berjalan melepaskan peganganku dari pipa besi dan membuatku berjalan sedikit ke tepi aspal.Adalah sosok Pak tua,ia menggunakan kaca mata coklat,bertopi,jenggotnya putih,rambutnya putih.Pak tua itu juga menggunakan jaket kulit hitam dan sepatu kulit coklat yang warnanya sama denga si CAT ku,di sampingnya adalah sepeda CINA berwarna merah yang rangkanya berbentuk bulan sabit tidur.Pak tua menikmati petang dengan duduk santai memborong trotoar jalan,tak ada satu pun yang berani mengganggunya,aku melihatnya bagai seorang pejuang jaman Belanda yang mungkin mengenang kisahnya di sungai Martapura.Memang kata papa dulu di bawah jembatan samping rumah yang sekarang ku tinggali adalah markas besar pejuang jaman Jepang dan Belanda.

HARI KEDUA
Aku pulang jam 5 sore,seperti biasa kebut-kebutan motor sepertinya rutin di adakan di jembatan yang ku lewati,penontonnya kali ini g Cuma anak muda,tapi juga orang tua,anak-anak,dan balita…waah..mengerikan sekali..
Pak tua kulihat lagi di tongkrongannya sendiri,tanpa teman,sahabat,tanpa anak,tanpa cucu.
Aku berlalu,tapi hati ku penuh tanda tanya.

HARI KE TIGA
Aku pulang sang surya bulat merah besar,pesonanya memukau setiap orang yang melintasi jembatan itu.Aku pun menyempatkan diri sejenak untuk membakar surya 16 di sela jari ku,tak berapa lama bola api raksasa itu berat bawah dan tenggelam.Ku lihat tongkrongan pak tua,pak tua masih santai menikmati sisa mega-mega jingga di ufuk barat.Aku berlalu.

HARI KE EMPAT
Aku pulang selepas magrib,gerimis mengundang di pangkal jembatan,terlihat oleh ku pak tua menggayuh sepedanya meninggalkan tongkrongannya.Aku mempercepat langkah kaki ku.

HARI KE LIMA
Langit cerah,petang yang indah.Aku melihat pak tua menikmati setiap hisapan rokoknya,kali ini aku menganggukan kepala ku,mengisyaratkan permisi,sembari tersenyum kepadanya.Pak tua pun melakukan hal yang sama,ia mengganggukan kepalanya sebagai tanda mempersilahkan aku tuk melintas.Sepertinya pak tua sudah mulai mengenaliku.

HARI KE ENAM
Kali ini aku pulang pukul 7 malam,sesekali kurasakan rintik hujan di pipi ku,tapi aku menikmatinya.Di pangkal jembatan kulihat pak tua bersandar,ia masih di sana,entah apa yang di tunggunya.Ini sudah hampir jam 8 malam,kali ini tanpa rokok di jarinya,tanpa langit cerah,mendung semakin meraja,sepeda merah masih setia di sampingnya.Langkah ku kian dekat,semakin dekat hingga aku memberanikan diri untuk menyapa dan duduk di sampingnya,seperti biasa jurus perkenalan yang ku mainkan di jalanan adalah mananyakan korek api untuk membakar rokok ku.

“Aduuuh,cape pak jalan kaki…boleh pak numpang duduk..?”
“ooh ya boleh..boleh..”Yang ku dengar dialeknya Jawa,bukan Banjar.
“Pak punya korek g’…?ini pak rokok..mari pak kita nikmati”.
Pak tua menyambut baik,”Ya ada,ini…”..segera aku membakar rokok ku,dan kami berdua menikmati hisapan ke dua,ke tiga secara bersama-sama.

“Setiap kali saya lewat di jembatan ini,saya selalu melihat bapak duduk disini,apa ada kenangan indah di jembatan ini pak..?”
Aku meluapkan pertanyaan yang ku simpan semenjak hari kedua aku melihat pak tua.Kemudian aku memperkenalkan diri,tentu saja beliau juga menyebutkan namanya; saya “DARMANTO”.

“Yah..”. Pak tua mengela nafas,sepertinya ia menguatkan hatinya.
“Ketika itu saya kaya,saya memiliki istri dan 1 anak perempuan,saya memiliki sedan berwarna putih,dan kamu tau..?”
Jika di dalam sedan itu minimal saya membawa uang 75 juta”…Dulu Banjarmasin masih hutan,saya memiliki 3 rumah di Kauman,dan dulu saya juga membangunkan jembatan untuk akses jalan ke salah satu sekolah.Di sana yang dulu masih di penuhi rawa,saya mengerjakannya tanpa meminta imbalan,karna ketika itu saya memiliki 2 truck pengangangkut tanah,dan saya memang bertekad untuk membuat akses jalan menuju sekolah itu agar anak-anak sekolah bisa dengan senang pergi ke sekolah.

“Saya sudah hampir 15 tahun menikmati petang duduk disini,terkadang ada juga orang yang mau ngajak ngobrol tapi saya g mau,malah saya usir…”
Ha,ha,ha…”Kok saya g di usir pak’’..?
“Kamu sering saya lihat lewat jalan kaki,jadi g saya usir”’….Pak tua tertawa,kami pun mulai akrab,Aku pun bertanya usia pak tua,pak tua kembali meneruskan ceritanya.

‘’Usia saya sudah 73,Istri saya sudah meninggal,anak saya juga sudah menikah,saya memiliki 5 cucu.
Saat itu anak saya minta di belikan rumah,saya langsung memenuhi keinginannya untuk memiliki rumah,ia bilang kepingin di Perumnas,yang rumahnya rapi-rapi,yang bayarnya nyicil.Padahal saya bilang bayar cash aja,tapi anak saya bilang lebih enak klo nyicil”.

Aku pun berfikir..hmm..mungkin tu uang cash yang dikasih bapak di puter buat usaha ma anaknya,aku pun angguk,angguk,iya,iya..

“Kemudian saya menikah lagi,istri saya yang satu ini juga minta di belikan rumah,saya pun membelikan rumah buat istri saya,waktu itu saya sempet binggung…”
Pak tua sejenak berhenti bercerita,aku pun langsung menjawab; “Bingung cari uangnya pak ya..?”.he,he
“Bukan masalah uang…kalo uang saya banyak,habis uang saya 700 juta…700 juta…,Ketika itu saya sibuk dengan bisnis.Waktu lah yang menjadi permasalannya”.

“Saya tidak tahu iblis apa yang merasuki tubuh anak dan istri saya,setelah apa yang sudah saya berikan kepada mereka,mereka lupa kepada saya.Anak saya satu-satunya perempuan sama perilakunya dengan suaminya,mereka mengusir saya dari rumah yang sudah saya belikan buat mereka.Kemudian istri saya itu,nakal..suka menghabis-habiskan uang,semuanya habis saya tidak punya apa-apa lagi.Saya sempat mau lompat jembatan,tapi beruntung ada orang yang menyadarkan saya dan menasehati saya,saya sadar bunuh diri tidak menyelesaikan masalah.Semenjak saat itu saya anggap semua ini angin lalu.”

“Dulu saya tidur di langgar,setiap hari ada-ada saja orang yang kasih duit,padahal saya bukan peminta-minta,saya hanya numpang tidur di langgar karna saya bingung mau pulang kemana.Kampung halaman saya di Surabaya,anak dari saudara-saudara saya tidak tau kondisi saya,karna saya tidak mau kasih tau,dan saya tidak mau membebani mereka,mereka suruh saya pulang ke Surabaya,tapi saya tidak mau,saya menjaga Aib ini,Sekarang saya sewa rumah,sebulannya 275rb di sana…”
Pak tua menunjuk jarinya kearah biasa matahari tenggelam.

“Kalo langit cerah,saya suka tidur di depan kantor walikota,tapi sudah sebulan ini hujan,jadi saya terpaksa pulang ke rumah kontrakan,biar kehidupan saya seperti ini saya tetap punya uang,saya g pernah kehabisan uang,tuhan maha adil,ia melihat saya seperti ini.Tetangga samping kontrakan saya juga banyak orang susah,terkadang klo saya dapat rejeki saya selalu membawakan makanan buat mereka,mereka disana janda dengan anak-anaknya,entah suaminya kemana saya tidak tahu.
Kemaren saya beli duren,saya tidak tega jika tetangga hanya mencium baunya dari rumah saya,untuk itu tetangga sebelah-sebelah rumah harus ikut serta mencicipi duren yang saya bawa.Saya akan sangat malu jika saya tidak berbagi,g mungkin jika mereka hanya menikmati baunya saja kan…?”..

Aku tertegun mendengar cerita pak tua,di balik cerita pak tua ku dapatkan hikmah yang dapat ku jadikan pelajaran hidup,seperti detik jam dinding yang berjalan pada posisi tidak tetap,kadang di atas dan kadang di bawah,adalah roda yang tak pernah berhenti berputar,sebagaimana harta itu bukanlah kunci utama kebahagiaan,namun keluargalah harta yang paling berharga.Pak tua berkata; “Saya sudah mencicipi kaya,saya pun sudah mencicipi miskin,tapi saya tidak mencicipi kebahagiaan”.

Tak terasa malam semakin larut,gerimis segan membasahi daratan,2,3 muda mudi berpacaran mulai meninggalkan jembatan.Rokok ketiga kembali ku bakar,asap kental membelah berkas cahaya lampu motor yang menyala dari ujung lampu merah.”Ya sudah besok klo mau ngobrol ,kita bisa lanjutkan di sini lagi,hari sudah malam kita harus pulang,karna gerimis kan datang”.

Kembali ku jabat tangan pak tua,harapanku esok dan lusa dapat berbincang lagi dengannya.Jembatan lurus dua jalur,ku ibaratkan teras pelepas gundah pak tua,matahari di ufuk barat sudah lama tenggelam,tapi di usia senja pak tua sinarnya tetap abadi.Kesabaran dan ketabahan adalah kunci utama dalam menikmati kehidupan,demikian pula dengan ujian tuhan yang membuat kita menemukan makna dan hikmah dari setiap kesalahan yang pernah di lakukan.

Salam penulis.
PRIMANATA.D




0 komentar:

Post a Comment

Followers