Cerpen-Kakak ku terimakasih | Perusahaan Pencipta Kata-Kata Tanpa Hak Cipta
Perusahaan Pencipta Kata-Kata Tanpa Hak Cipta: Cerpen-Kakak ku terimakasih

Kumpulan Karya Sastra Primanata Dian Isa

Tuesday, March 12, 2013 - 0 komentar

Cerpen-Kakak ku terimakasih

Cerpen Hari Ini

: "Kakak ku,terimakasih.."

Ketika itu kami masih sangat-sangat muda,papa dan mama setiap harinya bekerja di salah satu pasar tradisional.Sementara kami hampir setiap harinya pula menunggu papa dan mama pulang bekerja di ujung petang.

Masih tergiang di ingatanku,ketika aku,dan kedua kakak ku bersekolah di sekolah dasar yang sama.Kala itu usia ku genap enam tahun,dan masih duduk di bangku kelas satu.

Menuju ke sekolah berdinding luar merah putih,hampir setiap harinya juga kakak lelaki ku mengajak untuk melakukan ritual khusus.Dimana aku,kakak perempuan dan dia,berjalan ber-iringan melintasi jembatan dan menyusuri jalan setapak menanjak.
Meski di jalan raya depan rumah hilir mudik angkutan kota,tapi kami tetap memilih untuk berjalan kaki.

Kami menembus sisa embun pagi,mendengarkan kicau burung,melihat satu jalan yang panjang di penuhi warna warni seragam merah putih,dimana aku dan dua saudara ku itu bercengkrama ria bersama teman teman sebaya.
Saat itu aku belajar tentang indahnya perjalanan dengan kebersamaan.

Aku yang pulang lebih awal,seringkali mendahului kedua saudaraku.Tak mau pulang bersama-sama,padahal kunci rumah di kantongi saudara ku yang paling tua.Seringkali aku tertidur di teras rumah,menunggu mereka pulang,menahan haus,dan lapar sendiri di depan pintu rumah yang terkunci rapat.

Aku si bungsu,seringkali menjadi babu yang di suruh suruh beli ini itu oleh kakak tertua ku.Di mana aku harus menghafal apa saja yang harus ku beli,dan dia tak mau menunggu lama untuk itu.
Terkadang aku salah dan lupa,atau bahkan harus mencari ke warung yang cukup jauh,sehingga tidak jarang kakak lelaki ku yang tua itu memukuli ku hingga aku menangis menjerit kesakitan.

Aku lelap dalam tidur siang ku,tiba-tiba jantungku berdetak kencang,sebuah suara lantang membangunkan tidurku.Aku sangat takut,cemas,seringkali aku memanggil pa'',, tolong...
ma'' toloong..tolong aku,aku di siksa kakak..."
sambil merintih bisu dalam hati..tak berdaya pasrah..

"Waktunya mencuci piring !",Cepis',cepis..Lecutan sebatang lidi di kedua kaki ku,aku berlari menuju dapur,mengangkat semua piring kotor,menimba air,lalu mencuci semua piring itu hingga bersih.
Kaki ku perih,di penuhi bekas merah sisa lecutan lidi muda yang di ambil saudaraku dari daun pohon kelapa di belakang rumah.

Jam empat sore,langit biru bertaburan awan kapas.Aku dan kakak ku bermain layang-layang di halaman rumah,tidak banyak hal yang aku lakukan,pertama aku harus memegang ekor layang-layang ,berdiri di satu garis lurus yang cukup jauh,menjunjung tinggi diatas kepala,menunggu angin datang,kemudian kakak ku memberi aba-aba "Lepaskan!".

Layang-layang pun terbang tinggi,layang-layang buatan tangannya sendiri itu sangat jantan melawan angin.
ia meraut bambu perlahan,menimbangnya dengan tenang,menciptakan layang-layang sendiri,sementara aku bertugas membersikan sisa serutan bambu,dan kertas minyak setelah layang-layang jadi.

"Sini"!,pegang kaleng,gulung benang,ada lawan !"
Aku berlari patuh,dengan sigap aku memegang kaleng susu kosong yang sisi luarnya di balut kertas putih bersih.Meski di rantai panik aku mencoba untuk tetap tenang menggulung tumpukan benang layang-layang.

"Cepat gulung !",bentaknya.
Ia semakin cepat menarik nilon merah warna kesukaanya itu,matanya tajam dan sangar,"cepat benarkan kusut nya!"..
Aku semakin kalut,wajah ku pucat,tangan ku gemetar,aku tak mampu memperbaikinya,seketika layang-layang itu putus,terombang ambing di tiup angin.

"Bodoh !"..kejar !',jangan pulang sebelum kau dapatkan layang-layang itu,jika pulang tanpa hasil,kau ku pukuli !".

Aku berlari kencang menerobos semak belukar,rawa,melompati parit-parit tenang yang bertolak belakang dengan rasa takut ku jika layang-layang itu tak ku dapatkan,meski harus berkelahi dengan anak-anak sebaya,aku tak perduli.Dalam benak ku terpatri satu tekad bagaimana aku bisa membawa kembali layang-layang yang sudah kakak buat sendiri dengan tangannya.
Walau terkadang layang-layang itu sobek,atau bahkan patah rangkanya,tapi tetap ku bawa pulang sebagai bukti jika aku berhasil mendapatkannya kembali.

Di hari yang lain,matahari terik di atas kepala.
Sepertinya aku sudah bosan,dan muak dengan tingkah kakak ku itu,hingga sebuah batu dalam genggaman ku,ku layangkan ke arahnya,tak perduli kena atau tidak...Ia menyulut marah,wajahnya sangat ku takuti,ia mengejar ku,mengejar langkah kaki yang kecil ini,aku seakan di kejar algojo dengan pentungan duri di bahunya,aku berlari tak perduli meninggalkan sandal jepitku yang terlepas,putus,dan tertinggal karena rasa takut teramat mencekam.

Di sisa nafas lelah ku,aku menoleh ke belakang,masih terlihat amuk kakak ku dari kejauhan.Angin gersang seakan menyampaikan pesan darinya; "Awas kau pulang,Ku pukuli kau!".

Aku menatap tajam mentari,melawan kilaunya yang seakan menertawaiku,dan bertanya ; "Kemana kau akan berlindung bocah ?".

Aspal itu kurasakan dalam ingatan,telapak kaki ku melepuh terbakar,aku mencari-cari rumput liar yang tumbuh di pinggiran jalan,berharap dapat berpijak mengurangi perihnya langkah kaki,berharap menemukan pasir dan tanah yang ku bayangkan permadani yang mengantarkan ku ke muka wajah papa dan mama,berharap menemukan sebuah pohon rindang dimana tempat ku dapat berteduh berlindung dari jilatan mentari.
Hingga tiba di hadapan kedua orang tua ku,dengan butir air mata yang tak terbendung jatuh berderai,menahan perihnya telapak kaki,masih panas sisa ciuman sang surya di wajah dan rambutku,kulepaskan kelelahan perjalanan di pelukan dan belaian mama.

Tahun ke tahun berlalu,usia ku semakin dewasa.Tubuhku yang ketika itu sudah menggunakan pakaian abu-abu masih saja menjadi bulan-bulanan emosi kakak.Terlintas di fikiranku,mengapa sejak kecil kakak selalu bersifat keras terhadapku,di atas atap rumah sering kali ku sandarkan diri menatap mega-mega,bertanya kepada burung layang-layang yang bebas dan merdeka ; Kapan kakak akan berubah..??

Sore itu sangat melelahkan,menahan nafsu,haus,dan lapar di bulan suci ramadhan memang adalah ujian yang berat.Aku duduk melepas penat di teras rumah,membuang peluh keringat ku sepulang dari membantu papa dan mama bekerja di pasar.
"Belikan aku bakso !"...!
Kakak membangunkan lamunanku di langit jingga,sejenak aku terdiam membisu dan berfikir panjang untuk jawaban yang kan ku berikan.
Ya''..nanti sehabis magrib aku belikan...'',ini mau mandi dulu.."

Aku beranjak dari duduk ku,melangkahkan kaki gontai menuju kamar mandi yang sudah menanti.
"Sekarang !"..Kakak membentak dan mengancam.."Kamu sudah mulai melawan ya..?!"..Sudah jadi jagoan ya..Sudah hebat ya..?"..

Jder..jduz,gebak,gebuk.......
Tangan ringannya melayang membabi buta di kepala ku,aku menahan sakit dari tubian pukulan yang ia hujamkan,tanpa membalas,hanya merintih kesakitan,menjerit,dan berusaha menyadarkannya dengan berulang-ulang mengatakan "Sudahlah,..sakit..sakit..''..

Tapi kakak semakin gelap,ia seperti di rasuki iblis kafir yang dzalim.Aku sadar harus berbuat apa,dengan cepat ku tangkap jakun di lehernya dengan kelima jari kananku,meremasnya sekuat tenaga yang kumiliki,memojokannya di sudut dinding rumah yang porak-poranda entah karna sebab apa.

Kakak terus mencoba melayangkan pukulannya,mencoba melepaskan cengkraman jari ku yang sudah kaku di lehernya,tapi ia tak mampu,ia tak berdaya,suaranya tenggelam,ia lumpuh terkulai lemas,hingga kepal tangannya yang besar itu terlihat lamban jatuh mendarat di kepala dan wajah ku.

Wajah dan lehernya penuh peluh basah,aku mendengar satu tarikan nafas yang mulai genting,rona wajah yang mulai memucat,gerakan-gerakan yang tak mampu lagi di perintahkan oleh otaknya terhenti.
Azan memanggil,aku tersentak dan sadar atas apa yang sudah ku lakukan.
Ku kendorkan ibu jari,telunjuk,dan jari tengahku.berharap kakak dapat bernafas lega setelah pipa bernafasannya ku sumbat paksa.
Dan kemudian ku pergi meninggalkan rumah.

Beberapa hari kemudian aku pulang,aku berfikir tak bisa menghindar dari konflik yang sedang ku alami,meski kejadian lalu membuat ku trauma,aku mencoba memberanikan diri untuk menghadapinya.
Kakak menatapku dari kejauhan,ia memandang ku,dan tersenyum manis..
Angin pagi dingin beku yang menerpa wajahku seakan menyampaikan pesan ;
"Akhirnya kau berani kembali...''

Langkah ku semakin dekat dan berat,meski di penuhi belukar kegugupan aku mencoba tetap tenang.Jendela rumah gelisah,kramik-kramik kecil masih kulihat pecah ujungnya bibirnya.Di keheningan kakak berkata ;
"Selamat dik,kau sudah menjadi seorang ksatria yang tangguh"..

Dalam kesindirianku,yang saat ini terpisah dari keluarga yang sangat ku cintai,aku mencoba memasuki lorong waktu ke masa lalu,mencoba memahami setiap alur cerita yang terjadi,mencoba mencerna detail makna dan hikmah dari setiap perkara,aku mendapati segunung pelajaran penuh makna.Dimana,Kebersamaan,Kekompakan,Keterampilan,Kepatuhan,Kedisiplinan,Keberanian,Kesabaran,Kemampuan bertahan hidup,dan Kemampuan bertindak tepat untuk melindungi diri sendiri serta orang lain menjadi bekal yang tak dapat di beli dengan materi.

"Kakak ku,terimakasih..."



Oleh : Primanata dian isa

0 komentar:

Post a Comment

Followers