Cerpen Hari Ini
: "Kakak ku,terimakasih.."
Ketika itu kami masih sangat-sangat muda,papa dan mama setiap harinya
bekerja di salah satu pasar tradisional.Sementara kami hampir setiap
harinya pula menunggu papa dan mama pulang bekerja di ujung petang.
Masih tergiang di ingatanku,ketika aku,dan kedua kakak ku bersekolah di
sekolah dasar yang sama.Kala itu usia ku genap enam tahun,dan masih
duduk di bangku kelas satu.
Menuju ke sekolah berdinding luar
merah putih,hampir setiap harinya juga kakak lelaki ku mengajak untuk
melakukan ritual khusus.Dimana aku,kakak perempuan dan dia,berjalan
ber-iringan melintasi jembatan dan menyusuri jalan setapak menanjak.
Meski di jalan raya depan rumah hilir mudik angkutan kota,tapi kami tetap memilih untuk berjalan kaki.
Kami menembus sisa embun pagi,mendengarkan kicau burung,melihat satu
jalan yang panjang di penuhi warna warni seragam merah putih,dimana aku
dan dua saudara ku itu bercengkrama ria bersama teman teman sebaya.
Saat itu aku belajar tentang indahnya perjalanan dengan kebersamaan.
Aku yang pulang lebih awal,seringkali mendahului kedua saudaraku.Tak
mau pulang bersama-sama,padahal kunci rumah di kantongi saudara ku yang
paling tua.Seringkali aku tertidur di teras rumah,menunggu mereka
pulang,menahan haus,dan lapar sendiri di depan pintu rumah yang terkunci
rapat.
Aku si bungsu,seringkali menjadi babu yang di suruh
suruh beli ini itu oleh kakak tertua ku.Di mana aku harus menghafal apa
saja yang harus ku beli,dan dia tak mau menunggu lama untuk itu.
Terkadang aku salah dan lupa,atau bahkan harus mencari ke warung yang
cukup jauh,sehingga tidak jarang kakak lelaki ku yang tua itu memukuli
ku hingga aku menangis menjerit kesakitan.
Aku lelap dalam
tidur siang ku,tiba-tiba jantungku berdetak kencang,sebuah suara lantang
membangunkan tidurku.Aku sangat takut,cemas,seringkali aku memanggil
pa'',, tolong...
ma'' toloong..tolong aku,aku di siksa kakak..."
sambil merintih bisu dalam hati..tak berdaya pasrah..
"Waktunya mencuci piring !",Cepis',cepis..Lecutan sebatang lidi di
kedua kaki ku,aku berlari menuju dapur,mengangkat semua piring
kotor,menimba air,lalu mencuci semua piring itu hingga bersih.
Kaki ku perih,di penuhi bekas merah sisa lecutan lidi muda yang di ambil saudaraku dari daun pohon kelapa di belakang rumah.
Jam empat sore,langit biru bertaburan awan kapas.Aku dan kakak ku
bermain layang-layang di halaman rumah,tidak banyak hal yang aku
lakukan,pertama aku harus memegang ekor layang-layang ,berdiri di satu
garis lurus yang cukup jauh,menjunjung tinggi diatas kepala,menunggu
angin datang,kemudian kakak ku memberi aba-aba "Lepaskan!".
Layang-layang pun terbang tinggi,layang-layang buatan tangannya sendiri itu sangat jantan melawan angin.
ia meraut bambu perlahan,menimbangnya dengan tenang,menciptakan
layang-layang sendiri,sementara aku bertugas membersikan sisa serutan
bambu,dan kertas minyak setelah layang-layang jadi.
"Sini"!,pegang kaleng,gulung benang,ada lawan !"
Aku berlari patuh,dengan sigap aku memegang kaleng susu kosong yang
sisi luarnya di balut kertas putih bersih.Meski di rantai panik aku
mencoba untuk tetap tenang menggulung tumpukan benang layang-layang.
"Cepat gulung !",bentaknya.
Ia semakin cepat menarik nilon merah warna kesukaanya itu,matanya tajam dan sangar,"cepat benarkan kusut nya!"..
Aku semakin kalut,wajah ku pucat,tangan ku gemetar,aku tak mampu
memperbaikinya,seketika layang-layang itu putus,terombang ambing di tiup
angin.
"Bodoh !"..kejar !',jangan pulang sebelum kau dapatkan layang-layang itu,jika pulang tanpa hasil,kau ku pukuli !".
Aku berlari kencang menerobos semak belukar,rawa,melompati parit-parit
tenang yang bertolak belakang dengan rasa takut ku jika layang-layang
itu tak ku dapatkan,meski harus berkelahi dengan anak-anak sebaya,aku
tak perduli.Dalam benak ku terpatri satu tekad bagaimana aku bisa
membawa kembali layang-layang yang sudah kakak buat sendiri dengan
tangannya.
Walau terkadang layang-layang itu sobek,atau bahkan patah
rangkanya,tapi tetap ku bawa pulang sebagai bukti jika aku berhasil
mendapatkannya kembali.
Di hari yang lain,matahari terik di atas kepala.
Sepertinya aku sudah bosan,dan muak dengan tingkah kakak ku itu,hingga
sebuah batu dalam genggaman ku,ku layangkan ke arahnya,tak perduli kena
atau tidak...Ia menyulut marah,wajahnya sangat ku takuti,ia mengejar
ku,mengejar langkah kaki yang kecil ini,aku seakan di kejar algojo
dengan pentungan duri di bahunya,aku berlari tak perduli meninggalkan
sandal jepitku yang terlepas,putus,dan tertinggal karena rasa takut
teramat mencekam.
Di sisa nafas lelah ku,aku menoleh ke
belakang,masih terlihat amuk kakak ku dari kejauhan.Angin gersang seakan
menyampaikan pesan darinya; "Awas kau pulang,Ku pukuli kau!".
Aku menatap tajam mentari,melawan kilaunya yang seakan menertawaiku,dan bertanya ; "Kemana kau akan berlindung bocah ?".
Aspal itu kurasakan dalam ingatan,telapak kaki ku melepuh terbakar,aku
mencari-cari rumput liar yang tumbuh di pinggiran jalan,berharap dapat
berpijak mengurangi perihnya langkah kaki,berharap menemukan pasir dan
tanah yang ku bayangkan permadani yang mengantarkan ku ke muka wajah
papa dan mama,berharap menemukan sebuah pohon rindang dimana tempat ku
dapat berteduh berlindung dari jilatan mentari.
Hingga tiba di
hadapan kedua orang tua ku,dengan butir air mata yang tak terbendung
jatuh berderai,menahan perihnya telapak kaki,masih panas sisa ciuman
sang surya di wajah dan rambutku,kulepaskan kelelahan perjalanan di
pelukan dan belaian mama.
Tahun ke tahun berlalu,usia ku
semakin dewasa.Tubuhku yang ketika itu sudah menggunakan pakaian abu-abu
masih saja menjadi bulan-bulanan emosi kakak.Terlintas di
fikiranku,mengapa sejak kecil kakak selalu bersifat keras terhadapku,di
atas atap rumah sering kali ku sandarkan diri menatap mega-mega,bertanya
kepada burung layang-layang yang bebas dan merdeka ; Kapan kakak akan
berubah..??
Sore itu sangat melelahkan,menahan nafsu,haus,dan
lapar di bulan suci ramadhan memang adalah ujian yang berat.Aku duduk
melepas penat di teras rumah,membuang peluh keringat ku sepulang dari
membantu papa dan mama bekerja di pasar.
"Belikan aku bakso !"...!
Kakak membangunkan lamunanku di langit jingga,sejenak aku terdiam
membisu dan berfikir panjang untuk jawaban yang kan ku berikan.
Ya''..nanti sehabis magrib aku belikan...'',ini mau mandi dulu.."
Aku beranjak dari duduk ku,melangkahkan kaki gontai menuju kamar mandi yang sudah menanti.
"Sekarang !"..Kakak membentak dan mengancam.."Kamu sudah mulai melawan ya..?!"..Sudah jadi jagoan ya..Sudah hebat ya..?"..
Jder..jduz,gebak,gebuk.......
Tangan ringannya melayang membabi buta di kepala ku,aku menahan sakit
dari tubian pukulan yang ia hujamkan,tanpa membalas,hanya merintih
kesakitan,menjerit,dan berusaha menyadarkannya dengan berulang-ulang
mengatakan "Sudahlah,..sakit..sakit..''..
Tapi kakak semakin
gelap,ia seperti di rasuki iblis kafir yang dzalim.Aku sadar harus
berbuat apa,dengan cepat ku tangkap jakun di lehernya dengan kelima jari
kananku,meremasnya sekuat tenaga yang kumiliki,memojokannya di sudut
dinding rumah yang porak-poranda entah karna sebab apa.
Kakak
terus mencoba melayangkan pukulannya,mencoba melepaskan cengkraman jari
ku yang sudah kaku di lehernya,tapi ia tak mampu,ia tak berdaya,suaranya
tenggelam,ia lumpuh terkulai lemas,hingga kepal tangannya yang besar
itu terlihat lamban jatuh mendarat di kepala dan wajah ku.
Wajah dan lehernya penuh peluh basah,aku mendengar satu tarikan nafas
yang mulai genting,rona wajah yang mulai memucat,gerakan-gerakan yang
tak mampu lagi di perintahkan oleh otaknya terhenti.
Azan memanggil,aku tersentak dan sadar atas apa yang sudah ku lakukan.
Ku kendorkan ibu jari,telunjuk,dan jari tengahku.berharap kakak dapat bernafas lega setelah pipa bernafasannya ku sumbat paksa.
Dan kemudian ku pergi meninggalkan rumah.
Beberapa hari kemudian aku pulang,aku berfikir tak bisa menghindar dari
konflik yang sedang ku alami,meski kejadian lalu membuat ku trauma,aku
mencoba memberanikan diri untuk menghadapinya.
Kakak menatapku dari kejauhan,ia memandang ku,dan tersenyum manis..
Angin pagi dingin beku yang menerpa wajahku seakan menyampaikan pesan ;
"Akhirnya kau berani kembali...''
Langkah ku semakin dekat dan berat,meski di penuhi belukar kegugupan
aku mencoba tetap tenang.Jendela rumah gelisah,kramik-kramik kecil masih
kulihat pecah ujungnya bibirnya.Di keheningan kakak berkata ;
"Selamat dik,kau sudah menjadi seorang ksatria yang tangguh"..
Dalam kesindirianku,yang saat ini terpisah dari keluarga yang sangat ku
cintai,aku mencoba memasuki lorong waktu ke masa lalu,mencoba memahami
setiap alur cerita yang terjadi,mencoba mencerna detail makna dan hikmah
dari setiap perkara,aku mendapati segunung pelajaran penuh
makna.Dimana,Kebersamaan,Kekompakan,Keterampilan,Kepatuhan,Kedisiplinan,Keberanian,Kesabaran,Kemampuan
bertahan hidup,dan Kemampuan bertindak tepat untuk melindungi diri
sendiri serta orang lain menjadi bekal yang tak dapat di beli dengan
materi.
"Kakak ku,terimakasih..."
Oleh : Primanata dian isa
Kumpulan Karya Sastra Primanata Dian Isa
Tuesday, March 12, 2013 -
Cerpen
0
komentar
Cerpen-Kakak ku terimakasih
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment